Senin, 20 Juni 2011
Teknologi Pemupukan Pada Tanaman Karet
Sumbangan devisa sektor perkebunan karet mencapai lebih dari tiga miliar per tahun dan cendrung akan meningkat pada tahun berikutnya. Salah satu komponen teknologi yang sangat berpengaruh terhadap hasil produksi karet dan telah diuji spesifik pada beberapa agroekosistem adalah pemupukan.
Kegiatan penelitian dan pengkajian pemupukan masih perlu dikaji lebih lanjut dihubungkan dengan kesesuaian agroekosistem spesifik lokasi dan pola kultur teknis pada masyarakat tani di wilayah tertentu. Demonstrasi pemupukan dilakukan pada tanaman karet rakyat yang telah menghasilkan (TM) seluas + 2 ha . Kriteria umur tanaman karet berkisar antara 6 - 10 tahun pada lahan yang belum optimal dilakukan pemupukan. Teknologi Pemupukan Pemupukan akan dilakukan dengan dosis sesuai yang dianjurkan. Frekuensi pemupukan dilakukan dua kali per tahun dengan interval waktu 6 bulan. Pupuk diberikan secara tugal melingkar batang dengan jarak 100-125 cm dari pokok batang.
Aplikasi Pemupukan Pertama
Aplikasi pemupukan pertama yang diberikan pada tanaman karet menghasilkan dilakukan dengan berpedoman pada dosis pemupukan yang dianjurkan, yaitu dengan dosis : Urea: 175 gram/pohon/aplikasi, SP-36 : 130 gram/pohon/aplikasi, dan KCl: 150 gram/pohon/aplikasi.
Pemupukan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
membuat parit atau alur memanjang pada gawangan atau di tengah-tengah antara barisan tanaman,
membersihkan gulma disekitar parit/alur, pupuk ditaburkan ke dalam parit sesuai dosis dengan syarat pupuk Sp-36 dan Urea tidak boleh dicampurkan tempatnya.
Pupuk diberikan secara tugal melingkar batang dengan jarak 100-125 cm dari pokok batang, parit yang sudah ditaburi pupuk ditutup kembali dengan tanah.
Waktu pemupukan dilakukan dua kali per tahun dengan interval waktu 6 bulan, yaitu awal musim hujan (Maret - Mei) dan akhir musim hujan (Oktober - Nopember).
Setelah pemupukan pertama dilakukan. Kegiatan berikutnya adalah melakukan pengawasan pemeliharaan tanaman setelah dilakukan pemupukan pertama, monitoring dan peningkatan keterampilan petani yang dapat dilakukan secara informal melalui diskusi, pertemuan dan koordinasi yang diupayakan selalu dilakukan dengan kontinu dan regular.
Pemupukan tanaman karet umur 10 - 20 tahun sangat diperlukan guna peningkatan produksi. Disamping pemupukan penyiangan juga sangat diperlukan untuk menghindari supaya jangan terjadi persaingan tanaman karet dengan gulma untuk menghindari terjadi persaingan dalam penyerapan unsur hara. Penyiangan umumnya dilakukan sesuai dengan kondisi pertumbuhan gulma di lapang dan biasanya berkisar 3-4 kali dalam setahun.
Pemeliharaan tanaman yang sedang dilakukan adalah penyiangan berupa pembersihan piringan disekeliling tanaman karet yang telah dilakukan pemupukan dan pembersihan gawangan dari gulma.
Peningkatan Produktivitas Karet
Produksi karet tahunan dipengaruhi oleh musim, dimana produksi normal sekitar 8-10 bulan (MH) sedangkan produksi rendah sekitar 2-4 bulan yaitu pada waktu musim gugur, dimana produksi bias berkurang sampai 50% dari produksi normal.
Petani umumnya mampu menghasilkan 20 sampai 30 keping getah/bokar (ha/th). Dimana rata-rata berat kepingan bokar berkisar antara 40 รข€“ 60 kg.
Proteksi Tanaman
Salah satu faktor penghambat produksi gula adalah adanya serangan hama. Penyakit dan gulma. Upaya yang tepat pada perlindungan atau proteksi tanaman dapat menyelamatkan produksi gula kurang lebih 20 persen.
Hama
Beberapa macam hama yang sering dijumpai pada tanaman tebu adalah penggerek pucuk, penggerek batang, kutu bulu putih, tikus, uret dan babi hutan. Uret dan kutu bulu putih merupakan hama utama bagi tanaman tebu di lahan kering.
Penggerek pucuk. Hama ini berupa ulat yang menyerang pucuk tanaman sehingga mematikan titik tumbuh. Usaha pemberantasannya menggunakan insektisida carbofuran yang dapat diberikan dengan cara suntikan atau taburan.
Penggerek batang. Hama berupa ulat ini merusak ruas-ruas batang tebu sehingga pada serangan yang parah dapat merobohkan tanaman. Usaha pengendaliannya dapat dilakukan secara hayati dengan menggunakan parasit karawai Trichograma spp., dan parasit lalat Diatraeophaga striatalis.
Kutu bulu putih. Pada daun-daun yang mulai nampak ada kutu bulu putih segera dipangkas, dimasukkan ke dalam kantong plastic untuk dimusnahkan atau dibakar. Pada serangan yang sudah luas, pemberantasannya dapat menggunakan parasit Encarsia flavosculetan atau menggunakan insektisida sistemik misalnya formation 825 gr/ha atau dimetoat 1000 gr/ha.
Uret. Hama ini menyerang akar dan pangkal tanaman tebu. Tanaman yang terserang menampakkan gejala kelayuan daun. Pemberantasan uret dengan insektisida disarankan menggunakan carbofuran 3 persen sebanyak 50 kg/ha. Penggunaan insektisida yang mengandung senyawa BHC hanya diperbolehkan pada lahan yang tidak ditanami tanaman pangan. Disamping cara kimiawi, pengendalian hama uret dapat dilakukan secara mekanis dengan cara mengumpulkan uret dan imagonya. Penangkapan imago harus dilakukan sebelum imago sempat kawin. Berdasarkan siklus kehidupan uret, penangkapan imago dapat dilaksanakan pada bulan Oktober hingga Desember.
Di daerah dengan serangan hama uret kuat, dianjurkan penggunaan insektida yang berformulasi ”slow release”, antara lain dursban 14 S sebanyak 28 kg/ ha yang diberikan di dasar juringan sebelum tebu ditanam. Insektisida ini mampu mengendalikan uret selama tiga tahun tanpa merusak perakaran tebunya.
Tikus. Serangan tikus di daerah-daerah tertentu terjadi hampir setiap tahun, sehingga kemungkinan kerugian sangat besar. Pada daerah-daerah yang berbatasan dengan sawah perlu adanya kerjasama dengan petani padi untuk mengamati adanya serangan tikus pada tanaman padi. Segera setelah panen, dilakukan gropyokan dan pengasapan pada lubang-lubang persembunyian maupun pemasangan umpan beracun.
Babi hutan. Binatang ini banyak merusak tanaman tebu di daerah-daerah yang berbatasan dengan hutan atau semak belukar. Untuk mengatasi binatang ini dapat dilakukan dengan cara menembak, dipasang alat perangkap atau diberi umpan beracun.
Penyakit
Beberapa penyakit yang biasa menyerang tanaman tebu antara lain penyakit mosaic, penyakit pembuluh, luka api (smut), blendok dan pokahbung.
Penyakit mosaik. Penyebab penyakit ini adlaah virus mosaic. Tanda-tanda penyakit ini yaitu pada daun terdapat gambaran mosaic berupa garis-garis dan noda-noda berwarna hijau muda sampai kuning. Cara pencegahan yang telah dilakukan selama ini adalah dengan menggunakan bibit terseleksi yang berasal dari tanaman sehat dan dari varietas tebu yang tahan terhadap penyakit mosaik seperti Ps 56, F 154, F 156 atau M 442-51.
Penyakit pembuluh. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Clavibacter xylisubsp xyli. Tanaman yang terserang menampakkan gejala pertumbuhan yang kurang sempurna terutama tanaman keprasan tampak kerdil. Gejala yang khas yaitu terlihat warna jingga kemerah-merahan pada berkas-berkas pembuluh batang tebu menjelang masaknya tebu. Cara pencegahan penyakit ini antara lain dengan melakukan deinfeksi alat pemotong tebu dengan lisol 20%, penanaman dengan menggunakan bibit sehat yang diperoleh dengan perawatan air panas terhadap bibit tebu pada suhu 50°C selama 2-3 jam.
Penyakit luka api (smut). Penyebabnya adalah Ustilago scitaminea Syd. Gejala penyakit ini timbulnya cambuk hitam pada pucuk tebu. Pencegahannya dengan menanam bibit yang sehat dan varietas yang resisten, bibit didesinfeksi dengan 0,5 gr b.a./triadimefon.
Penyakit blendok. Tanda-tanda serangan penyakit yang disebabkan oleh sejenis bakteri ini yaitu apabila batang dibelah tanpak pembuluh-pembuluh berwarna kuning tua sampai merah tua. Usaha pencegahannya dengan deinfeksi pisau pemotong menggunakan lisol.
Penyakit pokahbung. Penyakit ini disebabkan oleh sejenis jamur dan terutama timbul di musim hujan. Tanda-tanda penyakit ini adalah pada daun muda terlihat memutih (chlorosis). Pada serangan yang parah, pusuk tanaman menjadi busuk, pembuluh tanaman menjadi tidak normal bentuknya (bengkok dan luka). Pemberantasan untuk tanaman yang telah terserang dengan cara disemprot bubur Bordo 1 % seminggu sekali.
Gulma
Gangguan gulma dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar karena bisa menyebabkan penurunan bobot tebu. Pengendalian gulam disamping dengan cara manual ataupun kimiawi menggunakan herbisida, dapat pula dilakukan secara kultur teknis dengan menciptakan kondisi lingkungan yang dapat menekan pertumbuhan gulma atau dengan cara mekanis dengan pembajakan dan penggaruan. Keempat cara tersebut dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara terpadu. Usaha pengendalian gulma akan dapat memberikan hasil yang baik apabila pelaksanaannya tepat waktu, cara, alat maupun dosis dan jenis herbisida yang digunakan.
Langganan:
Postingan (Atom)